Asam dan Basa

A. Pengertian Asam Basa

Asam dan basa merupakan zat kimia yang banyak digunakan dalam kehidupan sehari hari.

1. Asam

Istilah asam (acid) berasal dari bahasa Latin “Acetum” yang berarti cuka, karena diketahui zat utama dalam cuka adalah asam asetat.secara umum asam yaitu zat yang berasa masam.

2. Basa

Basa (alkali) berasal dari ahasa arabyang berarti abu. Secara umum basa yaitu zat yang berasa pahit bersifat kaustik.

B. Teori Asam Basa

1. Teori Asam dan basa menurut Svante Arrhenius

Arrhenius menyatakan mulekul – mulekul zat elektrolit selalu menshasilkan ion – ion positif dan negatif jika dilarutkan dalam air. Pada tahun 1984 Ilmuan Swedia, Svante Arrhenius mengemukakan pengertian asam – asam berdasarkan reaksi ionisasi. Menurut Arrhenius, asam merupakan zat yang jika dilarutkan dalam air menghasilkan ion . Adapun basa merupakan zat yang jika dilarutkan dalam air akan menghasilkan ion .

                                           Contoh senyawa Asam – Basa menurut Svante Arrhenius

2. Teori Asam dan Basa menurut Bronsted-Lowry

Pada tahun 1923, ilmwuan Denmark Johannes Bronsted dan Ilmuwan Inggris Thomas Lowry mengemukakan teori asam dan basah berdasarkan serah terima proton.

Teori

  • Asam adalah donor proton (ion hidrogen).
  • Basa adalah akseptor proton (ion hidrogen).

Pengertian asam dan basa yang dikemukakan oleh Bronsted – Lowry  memperbaiki kelemahan teori asam – basa  Arrhenius. Pengertian asam – basa Arrhenius hanya berlaku untuk senyawa yang larut dalam pelarut air karena reaksi ionisasi yang menghasilkan ion  dan ion  hanya terjadi dalam pelarut air.

Dalam suatu persamaan reaksi asam – basa berdasarkan teori Bronsted – Lowry, suatu asam dan basa masing – masing mempunyai pasangan. Pasangan asam disebut basa konjugasi sedangkan pasangan basa disebut asam konjugasi.

3.Teori Asam Basa menurut Lewis

Menurut pandangan ini, bahwa asam adalah struktur yang mempunyai afinitas terhadap paangan elektron yang diberikan oleh basa. Dimana basa tersebut didefenisikan sebagai zat yang mempunyai pasangan elektron yang belum mendapat pemilikan bersama. (Rosenberg,1985)
Lewis juga mengkelompokan senyawa sebagai asam dan basa menurut kemampuannya melepaskan / menerima electron. Menurut lewis :
Asam : Senyawa yang menerima pasangan electron
Senyawa dengan electron valensi <8
Basa : Senyawa yang mendonorkan pasangan electron
Mempunyai pasangan electron bebas
Contoh: reaksi antara NH3 dan BF3
H3N: + BF3 H3N BF3
Nitrogen mendonorkan pasangan elektron bebas kepada boron. Pasangan bebas yang didonorkan ditandaai dengan tanda panah antara atom nitrogen dan boron.

C. Identifikasi Asam – Basa

Senyawa asam dapat dibedakan dari senyawa basa, salah satunya dengan mencicipi rasanya. Namun, tidak semua zat dapat di identifikasi dengan cara itu. Senyawa – senyawa asam-basa dapat diidentifikasi secara aman dengan menggunakan indikator. Indikator merupakan zat warna yang warnanya berbeda jika berada dalam kondisi asam dan basa. Indikator yang dapat digunakan adalah kertas lakmus, indikator asam – basa dan indikator alami.

1. Mengidentifikasi asam – basa dengan kertas lakmus

  Senyawa sam – basa dapat diidentifikasi menggunakan kertas lakmus dengan cara mengamati perubahan warna kertas lakmus ketika bereaksi dengan larutan. Ada dua macam kertas lakmus yaitu kertas lakmus merah dan kertas lakmus biru.

Ketika dicelupkan dalam larutan asam dan larutan basa, kertas lakmus merah dan lakmus biru akan menghasilkan perubahan warna yang berbeda. Larutan yang bersifat asam adalah air jeruk dan larutan cuka, sedangkan larutan yang bersifat basa adalah air sabun dan larutan soda kue.

Kertas lakmus merah yang dicelupkan dalam larutan asam tidak akan berubah warna, jika kertas tersebut dicelupkan pada larutan basa akan berubah warna menjadi biru. Sebaliknya, jika kertas lakmus biru yang dicelupkan kelarutan asam, lakmus akan berubah menjadi merah. Adapaun jika dicelupkan kelarutan basa, warnanya tetap biru.

2. Mengidentifikasi asam – basa dengan indikator asam – basa

Selain kertas lakmus, kita juga dapat menggunakan indikator asam – basa untuk membedakan asam dan basa. Indikator asm – basa adalah zat kimia yang mempunyai warna yang berbeda dalam larutan asam dan basa. Sifat itulah yang menyebabkan indikator asam – basa dapat digunakan untuk mengidentifikasi sifat asam dan basa. Ada beberapa jenis indikator asam – basa diantaranya fenolftalein, metil orange, bromotimul biru, metil ungu, bromokresol ungu, fenol merah, timolftalein dan metil orange.

Jika kita meneteskan larutan asam – basa kedalam larutan tersebut, kita akan melihat perubahan warna larutan indikator. Perhatikan tabel berikut:

3.Mengidentifikasi Asam–Basa dengan indikator alami

Selain indikator buatan, kamu juga dapat mengidentifikasi senyawa asam dan basa menggunakan indikator alami. Indikator tersebut dapat dibuat dari bumbu dapur, bunga dan buah – buahan.

D. Kekuatan Asam Basa

1. Kekuatan Asam

Kekuatan asam dipengaruhi oleh banyaknya ion – ion H+ yang dihasilkan oleh senyawa asam dalam larutannya. Berdasarkan banyak sedikitnya ion H+ yang dihasilkan, larutan asam dibedakan menjadi dua macam sebagai berikut.

1). Asam Kuat
Asam kuat yaitu senyawa asam yang dalam larutannya terion seluruhnya menjadi ion-ionnya. Reaksi ionisasi asam kuat merupakan reaksi berkesudahan. Secara umum, ionisasi asam kuat dirumuskan sebagai berikut.
HA(aq) ⎯⎯→ H+(aq) + A–(aq)

2). Asam Lemah
Asam lemah yaitu senyawa asam yang dalam larutannya hanya sedikit terionisasi menjadi ion-ionnya. Reaksi ionisasi asam lemah merupakan reaksi kesetimbangan. Secara umum, ionisasi asam lemah valensi satu dapat dirumuskan sebagai berikut.
HA(aq) ←⎯⎯⎯⎯→ H+(aq) + A–(aq)

Makin kuat asam maka reaksi kesetimbangan asam makin condong ke kanan, akibatnya Ka bertambah besar. Oleh karena itu, harga Ka merupakan ukuran kekuatan asam, makin besar Ka makin kuat asam.
Berdasarkan persamaan di atas, karena pada asam lemah [H+] = [A–], maka persamaan di atas dapat diubah menjadi:

  • Kekuatan basa dipengaruhi oleh banyaknya ion – ion OH– yang dihasilkan oleh senyawa basa dalam larutannya.
  • Berdasarkan banyak sedikitnya ion OH yang dihasilkan, larutan basa juga dibedakan menjadi dua macam sebagai berikut.

2. Kekuatan Basa

1). Basa Kuat

  • Basa kuat yaitu senyawa basa yang dalam larutannya terion seluruhnya menjadi ion-ionnya. Reaksi ionisasi basa kuat merupakan reaksi berkesudahan.
  • Secara umum, ionisasi basa kuat dirumuskan sebagai berikut.

M(OH)x(aq) ⎯⎯→ Mx+(aq) + x OH–(aq)

dengan: x = valensi basa
M = konsentrasi basa

2.). Basa Lemah

  • Basa lemah yaitu senyawa basa yang dalam larutannya hanya sedikit terionisasi menjadi ion-ionnya.
  • Reaksi ionisasi basa lemah juga merupakan reaksi kesetimbangan.
  • Secara umum, ionisasi basa lemah valensi satu dapat dirumuskan sebagai berikut.

M(OH)(aq) ←⎯⎯⎯⎯→ M+(aq) + OH–(aq)

  • Makin kuat basa maka reaksi kesetimbangan basa makin condong ke kanan, akibatnya Kb bertambah besar.
  • Oleh karena itu, harga Kb merupakan ukuran kekuatan basa, makin besar Kb makin kuat basa.
  • Berdasarkan persamaan di atas, karena pada basa lemah [M+] = [OH–], maka persamaan di atas dapat diubah menjadi:

E. Derajat Keasaman (pH)

1.Konsep pH

  • Untuk menyatakan tingkat atau derajat keasaman suatu larutan, pada tahun 1910, seorang ahli dari Denmark, Soren Lautiz Sorensen memperkenalkan suatu bilangan yang sederhana.
  • Bilangan ini diperoleh dari hasil logaritma konsentrasi H+.
  • Bilangan ini kita kenal dengan skala pH. Harga pH berkisar antara 1 – 14 dan ditulis:

  • Dari uraian di atas dapat kita simpulkan bahwa:

a. Larutan bersifat netral jika [H+] = [OH–] atau pH = pOH = 7.
b. Larutan bersifat asam jika [H+] > [OH–] atau pH < 7.
c. Larutan bersifat basa jika [H+] < [OH–] atau pH > 7.

  • Karena pH dan konsentrasi ion H+ dihubungkan dengan tanda negatif, maka makin besar konsentrasi ion H+ makin kecil pH, dan karena bilangan dasar logaritma adalah 10, maka larutan yang nilai pH-nya berbeda sebesar n mempunyai perbedaan ion H+ sebesar 10n.
  • Perhatikan contoh di bawah ini.
  • Jika konsentrasi ion H+ = 0,01 M, maka pH = – log 0,01 = 2
  • Jika konsentrasi ion H+ = 0,001 M (10 kali lebih kecil) maka pH = – log 0,001 = 3 (naik 1 satuan)
  • Jadi dapat disimpulkan:

• Makin besar konsentrasi ion H+ makin kecil pH
• Larutan dengan pH = 1 adalah 10 kali lebih asam daripada larutan dengan pH = 2.

2. Pengukuran pH

  • Untuk menentukan pH suatu larutan dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain sebagai berikut.

1). Menggunakan Beberapa Indikator

  • Indikator adalah asam organik lemah atau basa organik lemah yang dapat berubah warna pada rentang harga pH tertentu (James E. Brady, 1990).
  • Harga pH suatu larutan dapat diperkirakan dengan menggunakan trayek pH indikator.
  • Indikator memiliki trayek perubahan warna yang berbeda-beda.
  • Dengan demikian dari uji larutan dengan beberapa indikator akan diperoleh daerah irisan pH larutan.
  • Contoh, suatu larutan dengan brom timol biru (6,0– 7,6) berwarna biru dan dengan fenolftalein (8,3–10,0) tidak berwarna, maka pH larutan itu adalah 7,6–8,3.
  • Hal ini disebabkan jika brom timol biru berwarna biru, berarti pH larutan lebih besar dari 7,6 dan jika dengan fenolftalein tidak berwarna, berarti pH larutan kurang dari 8,3.

2). Menggunakan Indikator Universal

3). Menggunakn pH Meter

pH Meter adalah alat pengukur pH dengan ketelitian yang sangat tinggi

Hidrolisis Garam

HIDROLISIS GARAM

(HYROLYSIS OF SALTS)

A. Sifat larutan garam

unduhan

Garam merupakan senyawa ion, yang terdiri dari kation logam dan anion sisa asam. Kation garam dapat dianggap berasal dari suatu basa, sedangkan anionnya berasal dari suatu asam. Dari hasil suatu percobaan diketahui bahwa sifat larutan garam begantung pada kekuatan relatif asam-basa penyusunnya.

  • Garam dari asam kuat dan basa kuat bersifat netral
  • Garam dari asam kuat dan basa lemah bersifat asam
  • Garam dari asam lemah dan basa kuar bersifat basa
  • Garam dari asam lemah dan basa lemah bergantung pada harga tetapan ionisasi asam dan tetapan ionisasi basanya (Ka dan Kb)

Ka > Kb : bersifat asam

Ka < Kb : bersifat basa

Ka = Kb : bersifat netral

B. Konsep hidrolisis

Sebelum memulai pembahasan tentang hidrolisis garam maka perhatikan video berikut

Hidrolisis merupakan istilah yang umum digunakan untuk reaksi zat dengan air. Menurut konsep hidrolisis, komponen garam (kation atau anion) yang berasal dari asam lemah atau basa lemah bereaksi dengan air (terhidrolisis). Hidrolisis kation menghasilkan ion H3O+ (H+), sedangkan hidrolisis anion menghasilkan ion hidoksida (OH).

Hidrolisis garam merupakan reaksi asam-basa Bronsted-Lowry. Semakin kuat suatu asam semakin lemah basa konjugasinya, dan sebaliknya. Jadi, komponen garam yang berasal dari asam lemah atau basa lemah merupakan basa atau asam konjugasi yang relatif kuat, dapat bereaksi dengan air, sedangkan komponen garam yang berasal dari asam kuat dan basa kuat merupakan basa atau asam konjugasi yang sangat lemah, tidak dapat bereaksi dengan air. Berdasarkan reaksi asam dan basa terhadap air terdapat empat jenis garam.

  • Garam dari asam kuat dan basa kuat tidak terhidrolisis. Dengan demikian larutan bersifat netral.

NaCl → Na+ + Cl

Na+ + H2O   (tidak ada reaksi)

Cl + H2O  (tidak ada reaksi)

  • Garam dari basa kuat dan asam lemah akan mengalami hidrolisis sebagian, yaitu hidrolisis anionnya yang berasal dari asam lemah. Hidrolisis anion ini akan menghasilkan ion OH. Sehingga larutan bersifat basa.

NaCH3COO → Na+ + CH3COO

Na+ + H2O   (tidak ada reaksi)

CH3COO + H2O →  CH3COOH + OH

  • Garam dari asam kuat dan basa lemah akan mengalami hidrolisis sebagian, yaitu hidrolisis kation yang berasal dari basa lemah. Sehingga larutan bersifat asam.

NH4Cl → NH4+ + Cl

NH4+ + H2O →  NH3 + H3O+

Cl + H2O   (tidak ada reaksi)

  • Garam dari asam lemah dan basa lemah terhidrolisis dalam air, sehingga disebut hidrolisis total. Sifat larutan bergantung pada kekuatan realtif asam dan basa yang bersangkutan. Jika Ka < Kb, maka anion akan terhidrolisis lebih banyak dan larutan bersifat basa. Kb < Ka, maka kation yang terhidrolisis lebih banyak dan larutan bersifat asam. Jika Ka = Kb larutan bersifat netral.

NH4CH3COO → NH4+ + CH3COO

NH4+ + H2O →  NH3 + H3O+

CH3COO + H2O →  CH3COOH + OH

C. Menghitung pH larutan garam

  • Garam dari asam kuat dan basa kuat

Garam yang berasal dari asam kuar dan basa kuat tidak mengalami hidrolisis, sehingga laurtannya bersifat netral (pH = 7).

  • Garam dari basa kuat dan asam lemah

Garam dari basa kuat dan asam lemah mengalami hidrolisis parsial, yaitu hidrolisis anion.

A + H2O HA + OH

Kw = Tetapan ionisasi kesetimbangan air

Ka = Tetapan ionisasi asam lemah

M = Konsentrasi anion yang terhidrolisis

  • Garam asam kuat dan basa lemah

Garam yang berasal dari asam kuat dan basa lemah mengalami hidrolisis kation.

BH+ + H2O B + H3O+

Kw = Tetapan ionisasi kesetimbangan air

Kb = Tetapan ionisasi basa lemah

M = Konsentrasi kation yang terhidrolisis

  • Garam dari asam lemah dan basa lemah

Garam yang berasal dari asam lemah dan basa lemah mengalami hidrolisis total. pH larutan sukar dikaitkan dengan harga Ka dan Kb maupun konsentrasi garam. pH larutan dapat dihitung melalui pengukuran:

Kw= Tetapan ionisasi kesetimbangan air

Ka = Tetapan ionisasi asam lemah

Kb = Tetapan ionisasi basa lemah (Michael Purba, 2006: 122-131)

Download RPP

Daftar Pustaka

Michael Purba. 2006. Kimia Untuk SMA Kelas XI. Jakarta.

Kelarutan dan Hasil kali Kelarutan

          Peta Konsep Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan
                                                                      
A. Pengertian Kelarutan
Kelarutan adalah jumlah maksimum zat yang dapat larut dalam sejumlah tertentu pelarut. Biasanya dinyatakan dalam satuan gram/liter atau mol/liter. Berdasarkan definisi tersebut, maka larutan dapat dibedakan menjadi 3 jenis yaitu :
1. Larutan jenuh.

Adalah suatu keadaan ketika suatu larutan telah mengandung suatu zat terlarut dengan konsentrasi maksimum.

2. Larutan kurang jenuh.

Adalah larutan yang masih dapat melarutkan zat terlarut.

3. Larutan lewat jenuh.

Adalah larutan yang sudah tidak dapat lagi melarutkan zat terlarut, sehingga menyebabkan terbentuknya endapan.

B. Pengertian Hasil Kali Kelarutan
          Hasil kali kelarutan ialah hasil kali konsentrasi ion-ion dari larutan jenuh garam yang sukar larut dalam air, setelah masing-masing konsentrasi dipangkatkan dengan koefisien menurut persamaan ionisasinya. Garam-garam yang sukar larut seperti  , AgCl , HgF2. Jika dimasukkan dalam air murni lalu diaduk, akan terlarut juga walaupun hanya sedikit sekali. Karena garam-garam ini adalah elektrolit, maka garam yang terlarut akan terionisasi, sehingga dalam larutan akan terbentuk suatu kesetimbangan.

C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kelarutan

1.    Jenis Pelarut
Pernahkan kalian mencampurkan minyak dengan air? Jika pernah, pasti kalian telah mengetahui bahwa minyak dan air tidak dapat bercampur. Sebab, minyak merupakan senyawa non-polar, sedangkan air merupakan senyawa polar. Senyawa non-polar tidak dapat larut dalam senyawa polar, begitu juga sebaliknya. Jadi, bisa disimpulkan bahwa kedua zat bisa bercampur, asalkan keduanya memiliki jenis yang sama.
2.     Suhu
Kalian sudah mengetahui bahwa gula lebih cepat larut dalam air panas daripada dalam air dingin, bukan? Kelarutan suatu zat berwujud padat semakin tinggi, jika suhunya dinaikkan. Dengan naiknya  suhu larutan, jarak antarmolekul zat padat menjadi renggang. Hal ini  menyebabkan ikatan antarzat padat mudah terlepas oleh gaya tarik molekul-molekul air, sehingga zat tersebut mudah larut.
3.    Pengadukan
Dari pengalaman sehari-hari, kita tahu bahwa gula lebih cepat larut dalam air jika diaduk. Dengan diaduk, tumbukan antarpartikel gula dengan pelarut akan semakin cepat, sehingga gula mudah larut dalam air.

2.  Kesetimbangan Kelarutan

tabel-kesetimbangan
3.  Hasil Kali Kelarutan (Ksp)
        Hasil kali Kelarutan adalah nilai tetapan kesetimbangan garam atau basa yang sukar larut dalam larutan jenuh. Dapat dikaitkan dengan kelarutan sesuai dengan stokiometri reaksi. Pada larutan jenuh terjadi kesetimbangan antara ion-ion dengan zat yang tidak larut. Proses ini terjadi dengan laju reaksi yang sama sehingga terjadi reaksi kesetimbangan. Contohnya reaksi kesetimbangan pada larutan jenuh CaC2Odalam air adalah:
CaC2O4(s) ↔ Ca2+ (aq) + C2O4(aq)
Konstanta kesetimbangan:
 Oleh karena CaC2O4 yang larut dalam air sangat kecil maka konsentrasi CaC2O4dianggap tetap. Sesuai dengan harga K untuk kesetimbangan heterogen, konstanta reaksi ini dapat ditulis:
Ksp = [Ca2+] [C2O42-]
Ksp atau konstanta hasil kali kelarutan adalah hasil kali konsentrasi ion-ion dalam larutan jenuh, dipangkatkan masing-masing koefisien reaksinya.
Rumus dan harga Ksp  beberapa senyawa dapat dilihat pada Tabel dibawah ini
 harga-ksp-beberapa-senyawa
4.  Pengaruh Ion Senama
  • Ion senama memperkecil kelarutan
  • Ion senama dari elektrolit yang sukar larut dapat diabaikan

Dalam larutan jenuh Ag2CrO4 terdapat kesetimbangan antara Ag2CrO4 padat dengan ion Ag+ dan ion CrO42–.

73Apa yang terjadi jika ke dalam larutan jenuh tersebut ditambahkan larutan AgNO3 atau larutan K2CrO4? Penambahan larutan AgNO3 atau K2CrO4 akan memperbesar konsentrasi ion Ag+ atau ion CrO42– dalam larutan.

83Sesuai asas Le Chatelier tentang pergeseran kesetimbangan, penambahan konsentrasi ion Ag+ atau ion CrO42– akan menggeser kesetimbangan ke kiri. Akibatnya jumlah Ag2CrO4 yang larut menjadi berkurang. Jadi dapat disimpulkan bahwa ion senama memperkecil kelarutan (Keenan, 1992).

5.  Reaksi Pengendapan
       ·  Qc < Ksp    : larutan belum jenuh
       ·  Qc = Ksp    : larutan tepat jenuh
       ·  Qc > Ksp     :  terjadi pengendapan
6. Hubungan Ksp dengan pH
            Harga pH sering digunakan untuk menghitung Ksp suatu basa yang sukar larut. Sebaliknya, harga Ksp suatu basa dapat digunakan untuk menentukan pH larutan (James E. Brady, 1990).
Sumber:
Brady, J. E. 199o. Kimia Universitas Asas dan Struktur. Binarupa Aksara: Jakarta.
Keenan,W. Charles. 1992. Kimia Untuk Universitas Jilid 1. Erlangga. Jakarta.

Sistem Koloid

                       Peta Konsep Sistem Koloid

A. Pengertian Koloid

Istilah koloid pertama kali diutarakan oleh seorang ilmuwan Inggris, Thomas Graham, sewaktu mempelajari sifat difusi beberapa larutan melalui membrane kertas perkamen. Graham menemukan bahwa larutan natrium klorida mudah berdifusi sedangkan kanji, geatin dan putih telur sangat lambat atau sama sekali tidak berdifusi. Zat-zat yang sukar berdifusi disebut koloid (Handayana, 2002).

Tahun 1907, Ostwald menemukan istilah system terdipersi bagi zat yang terdispersi dalam medium pendispersi. analogi daam larutan fase terdispersi adalah zat terlarut sedangkan meium pendispersi adalah zat pelarut. Sistem koloid termasuk salah satu sistem dispersi. Sistem dispersi lainnya adalah larutan dan suspensi. Larutan merupakan sistem dispersi yang ukuran partikelnya sangat kecil, sehingga tidak dapat dibedakan antara partikel disperse dan pendispersinya. Sedangkan suspensi merupakan system disperse dengan partikel berukuran besar yang tersebar merata dalam medium pendispersinya. sistem koloid suatu bentuk campuran yang keadaannya terletak antara larutan dan suspensi (campuran kasar). Secara makroskopis koloid tampak homogen, tetapi secara mikroskopis bersifat heterogen. Campuran koloid umumnya bersifat stabil dan tidak dapat disaring. ukuran partikel koloid terletak antara 1nm-100 nm (Handayana, 2002).

B. Perbedaan antara larutan, koloid dan suspensi

  1. Larutana adalah campuran homogen dari dua atau lebih zat. Hal ini disebut campuran homogen, karena komposisi adalah seragam di seluruh larutannya. Komponen larutan terutama dari dua jenis, zat terlarut dan pelarut. Pelarut melarutkan zat terlarut dan membentuk larutan yang seragam. Contoh: larutan NaCl, minuman ringan berkarbonat yang mengandung CO2 yang kuat (James E Brady. 1999. 572-573)
  2. Suspensi adalah suatu campuran dimana paling sedikit satu komponen yang secara relatif mempunyai partikel besar yang akan saling tersebar dengan komponen lainnya. Contoh: pasir yang halus yang tersuspensi dalam air, salju yang ditiup ke udara, endapan yang terbentuk pada campuran reaksi.
  3. Koloid merupakan campuran dari dua zat atau lebih dimana partikel terdispersinya berukuran 1 nm sampai 1000 nm. (John W.Hill and Ralph H Petrucci. 2005: 365) Contoh: semprotan aerosol (cairan tersuspensi dalam gas), susu (tetesan kecil minyak dan padatan dalam air), mayones (tetesan kecil air dalam minyak)(Oxtoby Gillis Machtrieb.1998.78)Secara garis besar, perbandingan antara larutan, dan suspensi dapat dilihat pada tabel dibawah ini.         

C. Pengelompokan Sistem Koloid

Dalam sistem koloid terdapat tiga fase zat, yaitu padat, cair, dan gas. Dari ketiga fase ini terbagi kedalam delapan sistem koloid. Adapun kedelapan sistem koloid tersebut adalah:

  1. Sistem Koloid Fase Padat-Cair (Sol)Dengan fase terdispersi berupa zat padat dan medium pendispersi berupa zat cair. Contoh sol/gel yaitu agar-agar, pektin(selai), gelatin(jelly), cairan kanji, air sungai, tinta, cat, gel kalsium asetat dalam alkohol, sol emas, sol Fe(OH)3, sol Al(OH)3, dan sol belerang.
  2. Sistem Koloid Fase Padat-Padat (Sol Padat)Dengan fase terdispersi berupa zat padat dan medium pendispersi berupa zat padat. Contoh sol padat yaitu kaca berwarna dan logam campuran (aloi) seperti stainless steel (campuran antara besi, nikel, dan kromium).
  3. Sistem Koloid Fase Padat-Gas (Aerosol Padat)Dengan fase terdispersi berupa zat padat dan medium pendispersi berupa zat gas. Contoh aerosol padat yaitu asap
  4. Sistem Koloid Fase Cair-Gas (Aerosol)Dengan fase terdispersi berupa zat cair dan medium pendispersi berupa zat gas. Contoh aerosol yaitu kabut, awan, parfum, hairspray, cat semprot dan lain-lain.
  5. Sistem Koloid Fase Cair-Gas (Aerosol)Dengan fase terdispersi berupa zat cair dan medium pendispersi berupa zat gas. Contoh aerosol yaitu kabut, awan, parfum, hairspray, cat semprot dan lain-lain.
  6. em Koloid Fase Cair-Padat (Emulsi Padat)Dengan fase terdispersi berupa zat cair dan medium pendispersi berupa zat padat. Contoh emulsi padat yaitu keju, mentega, dan mutiara.
  7. Sistem Koloid Fase Gas-Cair (Busa)Dengan fase terdispersi berupa zat gas dan medium pendispersi berupa zat cair. Contoh busa yaitu buih.
  8. Sistem Koloid Fase Gas-Padat (Busa Padat)Dengan fase terdispersi berupa zat gas dan medium pendispersi berupa zat padat. Contoh busa padat yaitu karet busa dan batu apung.

D. Sifat – Sifat dan Penerapan Sistem Koloid :

  1. Efek Tyndall.

    Partikel debu, banyak diantaranya terlalu kecil untuk dilihat, akan nampak sebagai titik-titik terang dalam suatu berkas cahaya. Bila partikel itu memang berukuran koloid, partikel itu sendiri tidak nampak; yang terlihat ialah cahaya yang dihamburkan oleh mereka. Hamburan cahaya itu disebut efek tyndall. Ini disebabkan  oleh fakta bahwa partikel kecil menghamburkan cahaya dalam segala arah.

Efek tyndall dapat digunakan untuk membedakan dispersi koloid dan suatu larutan biasa, karena atom, molekul, ataupun muaatan yang berbeda dalam suatu larutan tidak menghamburkan cahaya secara jelas dalam contoh-contoh yang tebalnya tak seberapa. Penghamburan cahaya tyndall dapat menjelaskan betapa buramnya dispersi koloid. Misalnya, meskipun baik minyak zaitun maupun air itu tembus cahaya, dispersi koloid dari kedua zat ini nampak seperti susu.

2. Gerak Brown

Jika suatu mikroskop optis difokuska pada suatu dispersi koloid pada arah yang tegak lurus pada berkas cahaya dan dengan latar belakang gelap, akan nampak partikel-partikel koloid, bukan sebagai partikel dengan batas yang jelas, melainkan sebagai bintik yang berkilauan. Dengan mengikuti bintik-bintik cahaya yang dipantulkan ini, orang dapat melihat bahwa partikel koloid yang terdispersi ini bergerak terus-menerus secara acak menurut jalan yang berliku-liku. Gerakan acak partikel koloid dalam suatu medium pendispersi ini disebut gerakan brown, menurut nama seorang ahli botani Inggris, Robert Brown, yang mempelajarinya dalam tahun 1827.

3. Adsorpsi

Materi dalam keadaan koloid mempunyai luas permukaan yang sangat besar. Pada permukaan partikel terdapat gaya van der waals yang belum terimbangi atau bahkan gaya valensi yang dapat menarik dan mengikat atom-atom (molekul-molekul) dari zat asing. Adhesi zat-zat asing ini pada permukaan suatu partikel disebut adsorpsi. Zat-zat teradsorpsi terikat dengan kuat dalam lapisan-lapisan yang biasanya tebalnya tidak lebih dari satu atau dua molekul. Banyaknya zat asing yang dapat diadsorpsi bergantung pada luasnya permukaan yang tersingkap. Meskipun adsopsi merupakan suatu gejala umum dari zat padat, adsorpsi ini teristimewa efisiensinya dengan materi koloid yang disebabkan oleh besarnya luas permukaan itu.

4. Koagulasi

Telah disebutkan bahwa koloid distabilkan oleh muatannya. apabila muatan koloid dilucuti maka kestabilan akan berkurang dan dapat menyebabkan koagulasi atau penggumpalan. Pelucutan muatan koloid dapat terjadi pada sel elektroforesis atau jika elektrolit ditambahkan kedalam sistem koloid. Apabila arus listrik dialirkan cukup lama kedalam sel elektroforesis maka partikel koloid akan digumpalkan ketika mencapai elektrode. Jadi, koloid yang bermuatan negatif akan digumpalkan di anode, sedangkan koloid yang bermuatan positif digumpalkan di katode.

5. Koloid Pelindung

Pada beberapa proses, suatu koloid harus dipecahkan. Misalnya, koagulasi lateks. Dilain pihak, koloid perlu dijaga supaya tidak rusak. Suatu koloid dapat distabilkan dengan mmenambahkan koloid lain yang disebut koloid pelindung. Koloid pelindung akan membungkus partikel zat terdispersi sehingga tidak dapat lagi mengelompok.

6. Dialisis

Pemisahan muatan dari koloid dengan difusi lewat pori-pori suatu selaput semipermeabel disebut dialisis. Pori-pori itu biasanya berdiameterkurang dari 10 Å dan membiarkan lewatnya molekul air dan muatan-muatan kecil. Selaput hewani alamiah, kertas perkamen, selofan dan beberapa plastic sintetik merupakan bahan selaput yang sesuai. Partikel-partikel yang melewati membran agaknya berlaku demikian tidak sekedar berdasarkan difusi acak. Mereka teradsorpsi pada permukaan membran dan bergerak dari letak ( site ) adsorben yang satu ke yang lain pada waktu mereka bergerak melewati pori-pori itu. ( Oxtoby, 2001)

E. Cara Pembuatan Koloid

Larutan koloid dapat dibuat dengan dua cara yaitu

1.Kondensasi

Kondensasi adalah penggabungan partikel – partikel halus ( molekuler ) menjadi partikel yang lebih besar. Pembuatan koloid dengan cara ini dilakukan melalui :

a. Cara Kimia

Partikel koloid dibentuk melalui reaksi – reaksi kimia, seperti reaksi hidrolisis, reaksi reduksi oksidasi, atau   reaksi subtitusi.

  • Hidrolisis : Merupakan reaksi suatu zat dengan air
  • Reaksi Redoks : Merupakan reaksi yang disertai perubahan biloks
  • Reaksi Subtitusi : Merupakan reaksi penggantian

b. Cara Fisika

Dilakukan dengan jalan menurutkan kelarutan dari zat terlarut, yaitu dengan jalan pendinginan atau mengubah pelarut sehingga terbentuk satu sol koloid.

2.Dispersi

Pembuatan koloid dengan cara dispersi merupakan pemecahan partikel – partikel kasar menjadi partikel yang lebih halus/lebih kecil dapat dilakukan secara mekanik, peptisasi atau dengan loncatan bunga listrik ( listrik busur breding ).

a. Cara Mekanik

Dengan cara ini butir – butir kasar digerus dengan lumpang atau penggiling koloid sampai diperoleh tingkat kehalusan tertentu kemudian diaduk dengan medium dispersi.Contoh : Sol belerang dibuat dengan menggerus serbuk belerang bersama – sama dengan suatu zat inert (seperti gula pasir ) kemudian mencampur serbuk halus dengan air

b. Peptisasi

Pembuatan koloid dengan cara peptisasi adalah membuat koloid dari butir – butir kasar atau dari suatu endapan dengan bantuan suatu zat pemeptisasi ( pemecahan ). Contoh : Agar – agar dipeptisasi oleh air, nitroselulosa oleh aseton, karet oleh bensin dan lain – lain. (Oxtoby, 2001)

Larutan Penyangga (Buffer)

Larutan Penyangga

(Buffer)

A. Pengertian Larutan Penyangga

pH suatu larutan akan turun apabila ditambah asam, hal ini disebabkan meningkatnya konsentrasi H+. Sebaliknya, bila ditambah basa akan menaikkan pH karena penambahan basa meningkatkan konsentrasi OH. Penambahan air pada larutan asam dan basa akan mengubah pH larutan, karena konsentrasi asam atau basanya akan mengecil. Namun, ada larutan yang bila ditambah sedikit asam, basa, atau air tidak mengubah pH secara berarti. Larutan yang demikian disebut dengan larutan penyangga (disebut juga larutan buffer atau dapar).

Larutan buffer adalah larutan yang terdiri dari asam lemah atau basa lemah dan garamnya, kedua komponen itu harus ada. Larutan ini mampu menahan pH ketika terjadi penambahan sedikit asam atau sedikit basa (Raymond Chang, 2004: 132)

B. Komponen larutan penyangga

Yang diperlukan oleh larutan buffer adalah dua komponen; salah satu komponen mampu menetralkan asam, dan komponen lainnya mampu menetralkan basa. Namun, kedua komponen itu tidak boleh saling menetralkan. Persyaratan ini meniadakan campuran asam kuat dan basa kuat. Jadi, larutan buffer biasa dideskripsikan sebgai gabungan dari asam lemah dan basa konjugatnya, atau basa lemah dan asam konjugasinya (Petrucci, Harwood, Herring, 2008: 335)

1. Larutan penyangga yang bersifat asam

Larutan ini mempertahankan pH pada daerah asam (pH < 7). Untuk mendapatkan larutan ini dapat dibuat dari asam lemah dan garamnya yang merupakan basa konjugasi dari asamnya. Adapun cara lainnya yaitu mencampurkan suatu asam lemah dengan suatu basa kuat dimana asam lemahnya dicampurkan dalam jumlah berlebih. Campuran akan menghasilkan garam yang mengandung basa konjugasi dari asam lemah yang bersangkutan. Pada umumnya basa kuat yang digunakan seperti natrium (Na), kalium, barium, kalsium, dan lain-lain. Contoh yang biasa merupakan campuran asam etanoat dan natrium etanoat dalam larutan. Pada kasus ini, jika larutan mengandung konsentrasi molar yang sebanding antara asam dan garam, maka campuran tersebut akan memiliki pH 4.76. Ini bukan suatu masalah dalam hal konsentrasinya, sepanjang keduanya memiliki konsentrasi yang sama.

2. Larutan penyangga yang bersifat basa

Larutan ini mempertahankan pH pada daerah basa (pH > 7). Untuk mendapatkan larutan ini dapat dibuat dari basa lemah dan garam, yang garamnya berasal dari asam kuat. Adapun cara lainnya yaitu dengan mencampurkan suatu basa lemah dengan suatu asam kuat dimana basa lemahnya dicampurkan berlebih. Seringkali yang digunakan sebagai contoh adalah campuran larutan amonia dan larutan amonium klorida. Jika keduanya dalam keadaan perbandingan molar yang sebanding, larutan akan memiliki pH 9.25. Sekali lagi, hal itu bukanlah suatu masalah selama konsentrasi yang anda pilih keduanya sama.

C. Cara kerja dan cara pembuatan larutan penyangga.

Larutan penyangga mengandung komponen asam dan basa dengan asam dan basa konjugasinya, sehingga dapat mengikatbaik ion H+ maupun ion OH-. Sehingga penambahan sedikit asam kuat atau basa kuat tidak mengubah pH-nya secara signifikan.

  1. Campuran asam lemah dengan garamnya (yang berasal dari asam lemah tersebut dan basa kuat), adapun cara kerjanya dapat dilihat pada larutan penyangga yang mengandung CH3COOH dan CH3COO- yang mengalami kesetimbangan. Dengan proses sebagai berikut:
    • Pada penambahan asam

    Penambahan asam (H+) akan menggeser kesetimbangan ke kiri. Dimana ion H+ yang ditambahkan akan bereaksi dengan ion CH3COO- membentuk molekul CH3COOH.

    CH3COO-(aq) + H+(aq) CH3COOH(aq)

    • Pada penambahan basa

    Jika yang ditambahkan adalah suatu basa, maka ion OH- dari basa itu akan bereaksi dengan ion H+ membentuk air. Hal ini akan menyebabkan kesetimbangan bergeser ke kanan sehingga konsentrasi ion H+ dapat dipertahankan. Jadi, penambahan basa menyebabkan berkurangnya komponen asam (CH3COOH), bukan ion H+. Basa yang ditambahkan tersebut bereaksi dengan asam CH3COOH membentuk ion CH3COO- dan air.

    CH3COOH(aq) + OH-(aq) CH3COO-(aq) + H2O(l)

  2. Campuran basa lemah dengan garamnya (yang berasal dari asam kuat dan basa lemah tersebut), adapun cara kerjanya dapat dilihat pada larutan penyangga yang mengandung NH3 dan NH4+ yang mengalami kesetimbangan. Dengan proses sebagai berikut:
    • Pada penambahan asam

    Jika ditambahkan suatu asam, maka ion H+ dari asam akan mengikat ion OH-. Hal tersebut menyebabkan kesetimbangan bergeser ke kanan, sehingga konsentrasi ion OH- dapat dipertahankan. Disamping itu penambahan ini menyebabkan berkurangnya komponen basa (NH3), bukannya ion OH-. Asam yang ditambahkan bereaksi dengan basa NH3 membentuk ion NH4+.

    NH3 (aq) + H+(aq) NH4+ (aq)

    • Pada penambahan basa

    Jika yang ditambahkan adalah suatu basa, maka kesetimbangan bergeser ke kiri, sehingga konsentrasi ion OH- dapat dipertahankan. Basa yang ditambahkan itu bereaksi dengan komponen asam (NH4+), membentuk komponen basa (NH3) dan air.

    NH4+ (aq) + OH-(aq) NH3 (aq) + H2O(l)

Untuk memahami cara pembuatan larutan penyangga silahkan lihat video dibawah ini:

D. Menghitung pH larutan penyangga

  1. Larutan penyangga asam

Dapat digunakan tetapan ionisasi dalam menentukan konsentrasi ion H+ dalam suatu larutan dengan rumus    berikut:

2. Larutan penyangga basa

Dapat digunakan tetapan ionisasi dalam menentukan konsentrasi ion H+ dalam suatu larutan dengan rumus berikut:

E. Fungsi larutan penyangga

Dalam organisme terdapat berbagai macam cairan, seperti sel, darah, dan kelenjar. Cairan ini berfungsi sebagai pengangkut zat makanan dan pelarut reaksi kimia didalamnya. Tiap reaksi dipercepat oleh enzim tertentu, dan tiap enzim bekerja efektif pada pH tertentu (pH optimum). Oleh sebab itu, cairan dalam organisme mengandung sistem buffer untuk mempertahankan pH-nya. Sistem buffernya berupa asam lemah dengan basa konjugasinya.

1.Pengontrol pH Darah

Darah manusia dalam keadaan normal mempunyai pH = 7,35 – 7,45, yang dipertahankan oleh tiga sistem buffer, yaitu buffer karbonat, hemoglabin, dan oksihemoglobin, sedangkan dalam sel terdapat buffer fosfat (Syukri S, 1999: 422-423)

a. Buffer karbonat, yaitu pasangan asam karbonat (H2CO3) dengan basa konjugasi bikarbonat (HCO3):

Buffer karbonat yaitu pasangan asam karbonat (H2CO3) dengan basa konjugasi bikarbonat (HCO3):

H+(aq) + HCO3(aq) ⇄ H2CO3(aq) ⇄ H2O(aq) + CO2(aq)

Penyangga karbonat sangat berperan penting dalam mengontrol pH darah. Pelari maraton dapat mengalami kondisi asidosis, yaitu penurunan pH darah yang disebabkan oleh metabolisme yang tinggi sehingga meningkatkan produksi ion bikarbonat. Kondisi asidosis ini dapat mengakibatkan penyakit jantung, ginjal, diabetes miletus (penyakit gula) dan diare.

Orang yang mendaki gunung tanpa oksigen tambahan dapat menderita alkalosis, yaitu peningkatan pH darah. Kadar oksigen yang sedikit di gunung dapat membuat para pendaki bernafas lebih cepat, sehingga gas karbondioksida yang dilepas terlalu banyak, padahal CO2 dapat larut dalam air menghasilkan H2CO3. Hal ini mengakibatkan pH darah akan naik. Kondisi alkalosis dapat mengakibatkan hiperventilasi (bernafas terlalu berlebihan, kadang-kadang karena cemas dan histeris).

b. Buffer Hemoglobin

Oksigen merupakan zat utama yang diperlukan oleh sel tubuh yang didapatkan melalui pernapasan. Oksigen diikat oleh hemoglobin di dalam darah, di mana O2 sangat sensitif terhadap pH. Reaksi kesetimbangan yang terjadi dapat dituliskan sebagai berikut.

HHb+ + O2 ⇄ H+ + HbO2

Keberadaan oksigen pada reaksi di atas dapat memengaruhi konsentrasi ion H +, sehingga pH darah juga dipengaruhi olehnya. Pada reaksi di atas O 2 bersifat basa. Hemoglobin yang telah melepaskan O 2 dapat mengikat H + dan membentuk asam hemoglobin. Sehingga ion H + yang dilepaskan pada peruraian H 2 CO 3 merupakan asam yang diproduksi oleh CO 2 yang terlarut dalam air saat metabolisme.

Produk buangan dari tubuh adalah CO2 yang di dalam tubuh bisa membentuk senyawa H 2CO3 yang nantinya akan terurai menjadi H+ dan HCO3. Penambahan H+ dalam tubuh akan mempengaruhi pH, tetapi hemoglobin yang telah melepaskan O2 dapat mengikat H+ membentuk asam hemoglobin (HHb+).

c. Buffer fosfat

Penyangga fosfat merupakan penyangga yang berada di dalam sel. Penyangga ini adalah campuran dari asam lemah H2PO4 dan basa konjugasinya, yaitu HPO42-. Jika dari proses metabolisme sel dihasilkan banyak zat yang bersifat asam, maka akan segera bereaksi dengan ion HPO42-

HPO42-(aq) + H+(aq) ⇄ H2PO4(aq)

Jika diberi OH, kesetimbangan bergeser kekiri, karena OH diikat H+ menjadi H2O. Sebaliknya, jika ditambah OHkesetimbangan bergeser kekanan sehingga [H+] relatif tetap (Syukri S, 1999: 423)

H2PO4(aq) + OH(aq) ⇄ HPO42-(aq) + H2O(l)

Sehingga perbandingan [H2PO4 ] / [HPO42-] selalu tetap dan akibatnya pH larutan tetap.Penyangga ini juga ada di luar sel, tetapi jumlahnya sedikit. Selain itu, penyangga fosfat juga berperan sebagai penyangga urin. Apabila mekanisme pengaturan pH dalam tubuh gagal, seperti dapat terjadi selama sakit, sehingga pH darah turun di bawah 7,0 atau naik ke atas 7,8, dapat menyebabkan kerusakan permanen pada organ tubuh atau bahkan kematian

2. Obat tetes mata.

Adapun kandungan dari OTM atau obat tetes mata adalah Cendoxytrol, digunakan pada mata merah yang berkaitan dengan alergi. Karakteristik yang penting pada obat tetes mata yaitu buffer (larutan penyangga) atau pH. Idealnya sediaan optalmik harus diformulasikan pada pH yang ekuivalen dengan pH cairan air mata yaitu 7,4. Pada kenyataannya, hal ini jarang digunakan. Mayoritas bahan aktif digunakan dalam pengobatan mat adalah garam-garam dari basa lemah dan hampir stabil pada pH asam.Beberapa suspensi biasanya lebih stabil pada pH asam. pH adjustmen umumnya memerlukan persetujuan formulator. pH yang dipilih harus optimum untuk stabilitas. Sistem buffer dipilih harus membunya kapasitas memadai untuk menjaga pH dalam rentang stabilitas selama durasi produk. Namun ada sebagian obat tetes mata yang mengandung steroid. Steroid adalah salah satu kandungan berbahaya yang apabila digunakan pada mata. Meski tetes mata yang memiliki steroid lebih cepat sembuh, tapi steroid sendiri memiliki efek samping yaitu katarak dan glukoma. Penyakit glukoma merupakan salah satu penyakit mata yang dapat menyebabkan kebutaan. Hal ini disebabkan karena saluran cairan yang keluar dari bola mata terhambat, sehingga bola mata akan membesar dan menekan saraf mata yang berada di belakang bola mata. Alhasil, saraf mata tidak mendapatkan aliran darah sehingga saraf mata akan mati. Selain itu, obat tetes mata yang mengandung kortikosteroid ini dapat juga menyebabkan kulit kelopak mata menjadi atropi, tukak lambung, insomnia, ptosis, kerusakan kornea, retardasi mental, jerawat, hipertensi, dan pikosis.

3. Menjaga pH makanan olahan dalam kaleng agar tidak mudah rusak /teroksidasi

4. Kemampuan asam sitrat untuk mengkelat logam menjadikannya berguna sebagai bahan sabun dan deterjen

Sitrat sangat baik digunakan dalam larutan penyangga untuk mengendalikan pH larutan. Ion sitrat dapat bereaksi dengan banyak ion logam membentuk garam sitrat. Selain itu, sitrat dapat mengikat ion-ion logam dengan pengkelatan, sehingga digunakan sebagai pengawet dan penghilang kesadahan air. Pada temperatur kamar, asam sitrat berbentuk serbuk kristal berwarna putih. Serbuk Kristal tersebut dapat berupa bentuk anhydrous (bebas air), atau bentuk monohidrat yang mengandung satu molekul air untuk setiap molekul asam sitrat. Bentuk anhydrous asam sitrat mengkristal dalam air panas, sedangkan bentuk monohidrat didapatkan dari kristalisasi asam sitrat dalam air dingin. Bentuk monohidrat tersebut dapat diubah menjadi bentuk anhydrous dengan pemanasan di atas 74 °C.

5. Larutan Penyangga Pada bidang Farmasi

Asam asetilsalisilat merupakan komponen utama dari tablet aspirin, merupakan obat penghilang rasa nyeri. Adanya asam pada aspirin dapat menyebabkan perubahan pH pada perut. Perubahan pH ini mengakibakan pembentukan hormon, untuk merangsang penggumpalan darah, terhambat; sehingga pendarahan tidak dapat dihindarkan. Oleh karena itu, pada aspirin ditambahkan MgO yang dapat mentransfer kelebihan asam.

Adanya larutan penyangga ini dapat kita lihat dalam kehidupan sehari-hari seperti pada obat-obatan, fotografi, industri kulit dan zat warna. Selain aplikasi tersebut, terdapat fungsi penerapan konsep larutan penyangga ini dalam tubuh manusia seperti pada cairan tubuh. Cairan tubuh ini bisa dalam cairan intrasel maupun cairan ekstrasel. Dimana sistem penyangga utama dalam cairan intraselnya seperti H2PO4- dan HPO42- yang dapat bereaksi dengan suatu asam dan basa. Adapun sistem penyangga tersebut, dapat menjaga pH darah yang hampir konstan yaitu sekitar 7,4. Selain itu penerapan larutan penyangga ini dapat kita temui dalam kehidupan sehari-hari seperti pada obat tetes mata.

Dalam bidang farmasi (obat-obatan) banyak zat aktif yang harus berada dalam keadaan pH stabil. Perubahan pH akan menyebabkan khasiat zat aktif tersebut berkurang atau hilang sama sekali. Untuk obat suntik atau obat tetes mata, pH obat-obatan tersebut harus disesuaikan dengan pH cairan tubuh. pH untuk obat tetes mata harus disesuaikan dengan pH air mata agar tidak menimbulkan iritasi yang mengakibatkan rasa perih pada mata. Begitu juga obat suntik harus disesuaikan dengan pH darah agar tidak menimbulkan alkalosis atau asidosis pada darah.

Soal dan Pembahasan Larutan Penyangga

Soal:

  1. Apa yang dimaksud dengan larutan penyangga dan berikan contoh?
  2. Periksa apakah campuran dibawah ini bersifat penyangga atau tidak. Jika ya, tuliskan komponen penyangganya:  a) NH4OH + NH4CI        b) NaOH + HCI        c) CH3COOH + CH3COOK      d) H2SO4 + NaOH
  3.  Hitung pH dari 200 ml larutan CH3COOH 0,25 M dengan 100 ml CH3COOK 0,25 M. (Ka = 10-5):     a) NH4OH + NH4CI           b) NaOH + HCI             c)    CH3COOH + CH3COOK              d) H2SO4 + NaOH
  4. Massa CH3COONa (Mr = 82 ) yang harus ditambahkan kedalam 100 ml larutan CH3COOH 0.1 M (Ka = 1 x 10-5) untuk memperoleh pH 5 adalah … gram.
  5. Tentukan pH larutan apabila 400 ml larutan NH4OH 0,5 M dicampur dengan 100 mL larutan NH4Cl 0,5 M (   Kb NH4OH  = 1,8 x 10-5)
  6. Sebanyak 100 ML NH4OH 0,1 M direaksikan dengan 50 mL HCI 0,1 M, tentukan pH setelah dicampurkan (Kb = 2 x 10-5)
  7. Mengapa larutan penyangga penting dalam tubuh?
  8. Sebutkan 2 contoh larutan penyangga yang berperan mempertahankan pH dalam tubuh makhluk hidup!
  9. Sebutkan akibat dari keadaan asidosis (penurunan pH dalam darah) dan keadaan alkalosis (peningkatan pH dalam darah)!
  10. Apakah fungsi larutan penyangga fosfat dalam air liur manusia?

Jawaban soal download Disini

Download RPP Larutan Penyangga

Daftar Pustaka

Chang, Raymond. 2004. Kimia Dasar Konsep-Konsep Inti Edisi Ketiga Jilid 2. Jakarta: Erlangga. 2004

Petrucci, Harwood, Herring. 2008. Kimia Dasar Prinsip-prisip dan Aplikasi Modern Edisi kesembilan Jilid 2. Jakarta: Erlangga.

S, Syukri. 1999. Kimia Dasar 2. Bandung: ITB

Makalah Cara Mengajarkan Sains

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan usaha manusia untuk mengubah dan membina kepribadian berlandaskan dengan nilai-nilai baik didalam masyarakat maupun kebudayaan melalui proses pendidikan. Dalam hal ini, pendidikan sangat erat kaitannya dengan pembelajaran. Dimana belajar pada dasarnya merupakan kunci yang paling vital dalam setiap usaha pendidikan. Sebaliknya dengan adanya belajar bisa membuat seseorang yang sebelumnya tidak tahu dan tidak mengerti menjadi tahu dan mengerti (Ngalim Purwanto, 1990: 84).

Belajar merupakan kegiatan manusia untuk merubah dirinya dari ketidak tahuan menjadi tahu, dari ke samaran menjadi jelas, dan tentunya dalam proses pelaksanaan belajar tidak akan terlepas dari pengaruh-pengaruh yang datang sebagai stimulus yang dapat merangsang cepat atau lambatnya bahkan berhasil atau tidaknya sebuah proses belajar.

Sains atau Ilmu Pengetahuan Alam adalah ilmu yang pokok bahasannya adalah alam dengan segala isinya. Hal yang dipelajari dalam sains adalah sebab-akibat, hubungan kausal dari kejadian-kejadian yang terjadi di alam. Hal ini berarti, belajar sains tidak hanya belajar dalam wujud pengetahuan deklaratif berupa fakta, konsep, prinsip, hukum, tetapi juga belajar tentang pengetahuan prosedural berupa cara memperoleh informasi, cara sains dan teknologi bekerja, kebiasaan bekerja ilmiah, dan keterampilan berpikir.

Belajar sains memfokuskan kegiatan pada penemuan dan pengolahan informasi melalui kegiatan mengamati, mengukur, mengajukan pertanyaan, mengklasifikasi, memecahkan masalah, dan sebagainya. Pembelajaran sains menekankan pada pemberian pengalaman langsung. Dengan demikian, siswa perlu dibantu untuk mampu mengembangkan sejumlah pengetahuan yang menyangkut kerja ilmiah dan pemahaman konsep serta aplikasinya

B. Rumusan Masalah

  1. Bagaimana cara mengajarkan Sains?
  2. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pembelajaran?

C. Tujuan Pembelajaran

  1. Mampu mengetahui bagaimana cara mengajarkan sains.
  2. Mampu mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi proses pembelajaran.

BAB II

ISI

A. Cara Mengajarkan Sains

Sains atau Ilmu Pengetahuan Alam adalah ilmu yang pokok bahasannya adalah alam dengan segala isinya. Hal yang dipelajari dalam sains adalah sebab-akibat, hubungan kausal dari kejadian-kejadian yang terjadi di alam. Carin dan Sund (1993) mendefinisikan sains sebagai pengetahuan yang sistematis atau tersusun secara teratur, berlaku umum, dan berupa kumpulan data hasil observasi dan eksperimen. Aktivitas dalam sains selalu berhubungan dengan percobaan-percobaan yang membutuhkan keterampilan dan kerajinan. Secara sederhana, sains dapat juga didefinisikan sebagai apa yang dilakukan oleh para ahli sains. Dengan demikian, sains bukan hanya kumpulan pengetahuan tentang benda atau makhluk hidup, tetapi menyangkut cara kerja, cara berpikir, dan cara memecahkan masalah. Ilmuwan sains selalu tertarik dan memperhatikan peristiwa alam, selalu ingin mengetahui apa, bagaimana, dan mengapa tentang suatu gejala alam dan hubungan kausalnya.

Dalam sains, terdapat tiga unsur utama, yaitu sikap manusia, proses atau metodologi, dan hasil yang satu sama lain tidak dapat dipisahkan. Sikap manusia yang selalu ingin tahu tentang benda-benda, makhluk hidup, dan hubungan sebab-akibatnya akan menimbulkan permasalahan-permasalahan yang selalu ingin dipecahkan dengan prosedur yang benar. Prosedur tersebut meliputi metode ilmiah. Metode ilmiah mencakup perumusan hipotesis, perancangan percobaan, evaluasi atau pengukuran, dan akhirnya menghasilkan produk berupa fakta-fakta, prinsip-prinsip, teori, hukum, dan sebagainyA

1. Sains dan Proses Pembelajaran

Sains pada dasarnya mencari hubungan kausal antara gejala-gejala alam yang diamati. Oleh karena itu, proses pembelajaran sains seharusnya mengembangkan kemampuan bernalar dan berpikir sistematis selain kemampuan deklaratif yang selama ini dikembangkan. Salah satu inovasi sebagai salah satu usaha adalah mencari model-model pembelajaran sains yang memiliki kontribusi terhadap peningkatan mutu pendidikan sains.

Hal ini berarti, belajar sains tidak hanya belajar dalam wujud pengetahuan deklaratif berupa fakta, konsep, prinsip, hukum, tetapi juga belajar tentang pengetahuan prosedural berupa cara memperoleh informasi, cara sains dan teknologi bekerja, kebiasaan bekerja ilmiah, dan keterampilan berpikir. Belajar sains memfokuskan kegiatan pada penemuan dan pengolahan informasi melalui kegiatan mengamati, mengukur, mengajukan pertanyaan, mengklasifikasi, memecahkan masalah, dan sebagainya.

Pembelajaran sains menekankan pada pemberian pengalaman langsung. Dengan demikian, siswa perlu dibantu untuk mampu mengembangkan sejumlah pengetahuan yang menyangkut kerja ilmiah dan pemahaman konsep serta aplikasinya. Bahan kajian kerja ilmiah adalah :

  • mampu menggali pengetahuan melalui penyelidikan/ penelitian,
  • mampu mengkomunikasikan pengetahuannya,
  • mampu mengembangkan keterampilan berpikir,
  • mampu mengembangkan sikap dan nilai ilmiah.

Selanjutnya, bahan kajian sains yang berkaitan dengan pemahaman konsep dan penerapannya adalah:

  • memiliki pengetahuan, pemahaman, dan aplikasinya tentang makhluk hidup dan proses kehidupan.
  • memiliki pengetahuan, pemahaman, dan aplikasinya tentang materi dan sifatnya.
  • memiliki pengetahuan, pemahaman, dan aplikasinya tentang energi dan perubahannya.
  • memiliki pengetahuan, pemahaman, dan aplikasinya tentang bumi dan alam semesta.
  • memiliki pengetahuan, pemahaman, dan aplikasinya tentang hubungan antara sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat.

Keterampilan proses yang dapat dikembangkan dalam pembelajaran sains, diantaranya adalah keterampilan mengamati dengan seluruh indera, mengajukan hipotesis, menggunakan alat dan bahan secara benar dengan selalu mempertimbangkan keselamatan kerja, mengajukan pertanyaan, menggolongkan, menafsirkan, mengkomunikasikan, hasil temuan secara beragam, menggali dan memilah informasi faktual untuk menguji gagasan atau memecahkan masalah sehari-hari.

Pembelajaran sains, yaitu cara memberi tahu dan cara berbuat, akan membantu siswa untuk memperoleh pemahaman yang mendalam tentang alam sekitarnya dengan mendudukkan siswa sebagai pusat perhatian dalam interaksi aktif dengan teman, lingkungan, dan nara sumber lainnya.

2. Pendekatan dalam pembelajaran sains

a. Pendekatan induktif

Merupakan pendekatan pembelajaran yang dimulai dari yang khusus sampai atau menuju  yang umum, atau mulai dari contoh-contoh sampai suatu kesimpulan

b. Pendekatan deduktif

Merupakan kebalikan dari pendekatan induktif, yaitu pendekatan yang dimulai dari yang umum sampai atau menuju pada yang khusus, atau dimulai dari kesimpulan sampai kepada contoh-contoh

c. Pendekatan Lingkungan

Merupakan pendekatan yang mengarahkan anak didik memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar. Dalam pelaksanaan pendekatan lingkunagn umumnya anak didik di bawa belajar keluar kelas. Tapi tidaklah mustahil dalam kondisi tertentu atau untuk mempelajari objek tertentu dapat dilaksanakan membawa lingkungan ke dalam kelas atau kedalamlaboratorium.

d.Pendekatan konsep

Merupakan pendekatan yang mengarahkan anak didik untuk menguasai konsep secara benar. Pendekatan ini sangat penting untuk menghindari anak didik salah konsep.

e. Pendekatan proses

Merupakan Pendekatan proses merupakan pendekatan pembelajaran yang menekankan pada proses belajar, aktivitas dan kreatifitas peserta didik dalam memperoleh pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap, serta menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Bila anak didik sudah dapat melakukan proses pembelajaran dengan baik dan benar di asumsikan akan dapat menerima hasil belajar dengan baik.

f. Pendekatan pemecahan masalah (problem solving)

Merupakan pendekatan yang mengarahkan atau melatih anak didik untuk mampu memecahkan masalah dalam bidang ilmu atau bidang studi yang dipelajari. Masalah adalah perbedaan ataukesenjangan yang terjadi antara yang diinginkan dengan kenyataan yang terjadi sehingga timbul keinginan untuk memecahkannya atau mencari solusi.

g. Pendekatan inkuiri

Merupakan pendekatan yang mengarahkan anak didik untuk menemukan pengetahuan, ide dan informasi melalui usaha sendiri.

h. Pendekatan sains teknologi masyarakat

Pada dasarnya pendekatan sains teknologi masyarakat dalam pembelajaran dilaksanakan oleh guru melalui topik yang dibahas dengan jalan menghubungkan antara sains dan teknologi yang terkait dengan kegunaanya di masyarakat. Tujuannya antara lain  adaah untuk meningkatkan motivasi dan prestasi belajar di samping memperluas wawasan peserta didik.

3 . Beberapa Metode dalam Pembelajaran Sains

a. Metode ceramah

b. Metode tanya jawab

c. Metode demonstrasi

d. Metode diskusi

e. Metode eksperimen

f. Metode latihan

h. Metode karya wisata

4. Prinsip- Prinsip Pembelajaran Sains

a. Keterlibatan secara aktif

b. Belajar berkesinambungan.

c. Motivasi

d. Multi Saluran

e. Penemuan

f. Totalitas

g. Perbedaan Individual

B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses Belajar

1. Pengertian Belajar

Belajar adalah kunci yang paling vital dalam setiap usaha pendidikan, sehingga tanpa belajar sesungguhnya tak pernah ada pendidikan. Sebagai suatu proses, belajar hampir selalu mendapat tempat yang luas dalam berbagai disiplin ilmu yang berkaitan dengan upaya kependidikan, misalnya psikologi pendidikan dan psikologi belajar. Karena demikian pentingnya arti belajar, maka bagian terbesar upaya riset dan eksperimen psikologi belajarpun diarahkan pada tercapainya pemahaman yang lebih luas dan mendalam mengenai proses perubahan manusia itu.

Pengertian belajar menurut James Owhittaker adalah “Learning is the process by wich behavior (in the broader sense originated of changer through practice or training)”, artinya belajar adalah proses dimana tingkah laku (dalam arti luas ditimbulkan atau diubah melalui praktek atau latihan) (Mardianto, 2009: 34).

Belajar adalah serangkai kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif dan psikomotorik (Syaiful Bahri Djamarah, 2002: 13).

Belajar dilakukan dengan sengaja atau tidak sengaja dengan guru atau tanpa guru, dengan bantuan orang lain, atau tanpa dibantu dengan siapapun. Belajar juga diartikan sebagai usaha untuk membentuk hubungan antara perangsang atau reaksi. Menurut para pakar psikologi belajar bahwa pengalaman hidup sehari-hari dalam bentuk apa pun sangat memungkinkan untuk diartikan sebagai belajar. Alasannya, sampai batas tertentu pengalaman hidup juga berpengaruh besar terhadap pembentukan kepribadian organisme yang bersangkutan (Muhibbin Syah, 2003: 65).

Ciri-ciri belajar adalah sebagai berikut:

Belajar harus memungkinkan terjadinya perubahan perilaku pada diri individu. Perubahan tersebut tidak hanya pada aspek pengethauan atau kognitif saja tetapi juga meliputi aspek sikap dan nilai (afektif) serta keterampilan (psikomotor).

  1. Perubahan itu merupakan buah dari pengalaman. Perubahan perilaku yang terjadi pada individu karena adanya interaksi antara dirinya dengan lingkungan. interaksi ini dapat berupa interaksi fisik dan psikis.
  2. Perubahan  perilaku akibat belajar akan bersifat cukup permanen.

2. Pendekatan dan Objek dalam Psikologi Belajar

Proses belajar dapat diketahui dengan dua pendekatan, yaitu :

  1. Mempelajari belajar langsung di lapangan yang sebenarnya atau biasa disebut dengan naturalistic observation, yaitu cara pendekatan yang langsung pada peristiwa yang terjadi secara alami.
  2. Pendekatan melalui laboratorium yaitu mempelajari masalah belajar di laboratorium. Keadaan laboratorium pada umumnya akan mereduksi keadaan sebenarnya.

Adapun yang menjadi objek atau sasaran psikologi belajar ini adalah tertuju pada dua bagian yang berbeda sebagaimana psikologi lainnya yang mempunyai dua objek yang tidak sama, yaitu objek material dan objek formal.

Objek material psikologi belajar adalah sasaran yang dipandang sebagai keseluruhan kajian psikologi belajar dalam hal ini adalah manusia yang sedang belajar. Sedangkan objek formalnya adalah bagian-bagian yang menjadi karakteristik psikologi belajar yaitu si pelajar, materi pelajaran, dan proses pembelajaran (Varia Winansih dan Tarmizi, 2010: 4-5).

Ada beberapa aspek yang menentukan keberhasilan guru dalam proses belajar mengajar, menurut Lukmanul Hakim “Tiga aspek yang mempengaruhi keberhasilan guru dalam proses belajar mengajar yaitu: kepribadian, pandangan terhadap anak didik dan latar belakang guru” (Lukmanul Hakim, 2010: 91).

3. Faktor yang Mempengaruhi Belajar

a. Faktor Internal

Faktor internal adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam diri individu dan dapat mempengaruhi hasil belajar individu. Faktor-faktor internal ini meliputi factor fisiologis dan faktor psikologis.

  • Faktor Fisiologis

Faktor-faktor fisiologis adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik individu. Faktor-faktor ini dibedakan menjadi dua macam.

  1. Keadaan jasmani. Keadaan jasmani pada umumnya sangat mempengaruhi aktivitas belajar seseorang. Kondisi fisik yang sehat dan bugar akan memberikan pengaruh positif terhadap kegiatan belajar individu. Sebaliknya, kondisi fisik yang lemah atau sakit akan menghambat tercapainya hasil belajar yang maksimal.
  2. Keadaan fungsi jasmani/fisiologis. Selama proses belajar berlangsung, peran fungsi fisiologis pada tubuh manusia sangat mempengaruhi hasil belajar, terutama panca indera. Panca indera yang berfungsi dengan baik akan mempermudah aktivitas belajar dengan baik pula.
  • Faktor Psikologis

Faktor-faktor psikologis adalah keadaan psikologis seseorang yang dapat mempengaruhi proses belajar. Beberapa faktor psikologis yang utama mempengaruhi proses belajar adalah kecerdasan siswa, motivasi, minat, sikap, bakat, konsentersi, percaya diri, kebiasaan dan cita-cita.

  1. Kecerdasan/intelegensi siswa

Tingkat kecerdasan siswa sangat menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa. Ini berarti, semakin tinggi kemampuan intelijensi siswa maka semakin besar peluangnya untuk meraih sukses, sebaliknya, semakin rendah kemampuan intelijensi siswa maka semakin kecil peluangnya untuk memperoleh kesuksesan.

Setiap calon guru dan guru profesional sepantasnya menyadari bahwa keluarbiasaan intelijensi siswa, baik yang positif seperti superior maupun yang negatif seperti borderline, lajimnya menimbulkan kesuksesan belajar siswa yang bersangkutan. Disatu sisi siswa yang sangat cerdas akan merasa tidak mendapat perhatian yang memadai dari sekolah karena pelajaran yang disajikan terlampau mudah baginya. Akibatny dia enjadi bosan dan frustasi karena tuntutan kebutuhan keinginanya merasa dibendung secara tidak adil. Disisi lain, siswa yang bodoh akan merasa payah mengikuti sajian pelajaran karena terlalu sukar baginya. Karenanya siswa itu sangat tertekan, dan akhirnya merasa bosan dan frustasi seperti yang dialami rekannya yang luar biasa positif (Lukmanul Hakim, 2010: 147-148).

Para ahli membagi tingkatan IQ bermacam-macam, salah satunya adalah penggolongan tingkat IQ berdasarkan tes Stanford-Biner yang telah direvisi oleh Terman dan Merill sebagai berikut:

–   Kelompok kecerdasan amat superior yaitu antara IQ 140–169

  • Kelompok kecerdasan superior yaitu antara IQ 120–139
  • Kelompok rata-rata tinggi (high average) yaitu antara IQ 110–119
  • Kelompok rata-rata (average) yaitu antara IQ 90–109
  • Kelompok rata-rata rendah (low average) yaitu antara IQ 80–89
  • Kelompok batas lemah mental (borderline defective) berada pada IQ 70–79

– Kelompok kecerdasan lemah mental (mentally defective) berada pada IQ 20–69, yang termasuk dalam kecerdasan tingkat ini antara lain debil, imbisil, dan idiot.

2. Motivasi

Motivasi adalah kondisi fisiologis dan psikologis yang terdapat dala diri seseorang yang mendorong untuk melakukan aktivitas tertentu guna mencapai suat tujuan (kebutuhan) (Djali, 2008:101).

Sedangkan motivasi dalam belajar menurut Clayton Aldelfer adalah kecenderungan siswa dalam melakukan kegiatan belajar yang didorong oleh hasrat untuk mencapai prestasi hasil belajar sebaik mungkin (Nashar, 2004: 42).

Dari sudut sumbernya motivasi dibagi menjadi dua, yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik adalah semua faktor yang berasal dari dalam diri individu dan memberikan dorongan untuk melakukan sesuatu. Seperti seorang siswa yang gemar membaca, maka ia tidak perlu disuruh-suruh untuk membaca karena membaca tidak hanya menjadi aktivitas kesenangannyatetapi sudah mejadi kebutuhannya. Dalam proses belajar, motivasi intrinsik memiliki pengaruh yang efektif, karena motivasi intrinsik relatif lebih lama dan tidak tergantung pada motivasi dari luar (ekstrinsik).

Menurut Arden N. Frandsen, yang termasuk dalam motivasi intrinsik untuk belajar anatara lain adalah:

–   Dorongan ingin tahu dan ingin menyelisiki dunia yang lebih luas

–   Adanya sifat positif dan kreatif yang ada pada manusia dan keinginan untuk maju

–   Adanya keinginan untuk mencapai prestasi sehingga mendapat dukungan dari orang-orang penting, misalkan orang tua, saudara, guru, dan teman-teman.

–   Adanya kebutuhan untuk menguasai ilmu atau pengetahuan yang berguna baginya.

Motivasi ekstrinsik adalah faktor yang datang dari luar diri individu tetapi memberikan pengaruh terhadap kemauan untuk belajar. Seperti pujian, peraturan, tata tertib, teladan guru, orangtua, danlain sebagainya. Kurangnya respons dari lingkungansecara positif akan mempengaruhi semangat belajar seseorang menjadi lemah.

3. Ingatan

Secara teoritis, ada 3 aspek yang berkaitan dengan berfungsinya ingatan yaitu menerima kesan, menyimpan kesan, dan memproduksi kesan. Mungkin karena fungsi-fungsi inilah, istilah “ingatan” selalu didefinisikan sebagai kecakapan untuk menerima, menyimpan dan mereproduksi kesan. Kecakapan merima kesan sangat sentral peranannya dalam belajar. Melalui kecakapan inilah, subjek didik mampu mengingat hal-hal yang dipelajarinya. Dalam konteks pembelajaran, kecakapan ini dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, di antaranya teknik pembelajaran yang digunakan pendidik. Teknik pembelajaran yang disertai dengan alat peraga kesannya akan lebih dalam pada siwa.

Di samping itu, pengembangan teknik pembelajaran yang mendayagunakan “titian ingatan” juga lebih mengesankan bagi siswa, terutama untuk material pembelajaran berupa rumus-rumus atau urutan-urutan lambang tertentu.

4. Minat

Minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan. Kegiatan yang diminati seseorang, diperhatikan terus menerus yang disertai rasa senang. Jadi berbeda dengan perhatian, karena perhatian sifatnya sementara dan belum tentu diikuti dengan rasa senang, sedangkan minat selalu diikuti dengan rasa senang dan dari situlah diperoleh kepuasan (Slameto, 2003: 57)

Secara sederhana, minat (interest) berarti kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Namun lepas dari kepopulerannya, minat sama halnya dengan kecerdasan dan motivasi, karena memberi pengaruh terhadap aktivitas belajar, ia akan tidak bersemangat atau bahkan tidak mau belajar. Oleh karena itu, dalam konteks belajar di kelas, seorang guru atau pendidik lainnya perlu membangkitkan minat siswa agar tertarik terhadap materi pelajaran yang akan dihadapainya atau dipelajaranya.

Untuk membangkitkan minat belajar tersebut, banyak cara yang bisa digunakan antara lain:

  • Dengan membuat materi yang akan dipelajari semenarik mungkin dan tidak membosankan, baik dari bentuk buku materi, desain pembelajaran yang membebaskan siswa mengeksplore apa yang dipelajari, melibatkan seluruh domain belajar siswa (kognitif, afektif, psikomotorik) sehingga siswa menjadi aktif, maupun performansi guru yang menarik saat mengajar.
  • Pemilihan jurusan atau bidang studi. Dalam hal ini, alangkah baiknya jika jurusan atau bidang studi dipilih sendiri oleh siswa sesuai dengan minatnya.

5. Sikap

Dalam proses belajar, sikap individu dapat mempengaruhi keberhasilan proses belajarnya. Sikap adalah gejala internal yang mendimensi afektif berupa kecenderungan untuk mereaksi atau merespons dangan cara yang relatif tetap terhadap obyek, orang, peristiwa dan sebagainya, baik secara positif maupun negatif.

Sikap juga merupakan kemampuan memberikan penilaian tentang sesuatu yang membawa diri sesuia dengan penilaian. Adanya penilaian tentang sesuatu mengakibatkan terjadinya sikap menerima, menolak, atau mengabaikan. Siswa memperoleh kesempatan belajar. Meskipun demikian, siswa dapat menerima, menolak, atau mengabaikan kesempatan belajar tersebut.

6. Bakat

Faktor psikologis lain yang mempengaruhi proses belajar adalah bakat. Bakat atau aptitude merupakan kecakapan potensial yang bersifat khusus, yaitu khusus dalam suatu bidang atau kemampuan tertentu (Nana Syaodih Sukamdinata, 2011: 101)

Apabila bakat seseorang sesuai dengan bidang yang sedang dipelajarinya, maka bakat itu akan mendukung proses belajarnya sehingga kemungkinan besar ia akan berhasil. Pada dasarnya setiap orang mempunyai bakat atau potensi untuk mencapai prestasi belajar sesuai dengan kemampuannya masing-masing.

Karena itu, bakat juga diartikan sebagai kemampuan dasar individu untuk melakukan tugas tertentu tanpa tergantung upaya pendidikan dan latihan. Individu yang telah mempunyai bakat tertentu, akan lebih mudah menyerap informasi yang berhubungan dengan bakat yang mempelajari bahasa-bahasa yang lain selain bahasanya sendiri. Karena belajar juga dipengaruhi oleh potensi yang dimilki setiap individu, maka para pendidik, orangtua, dan guru perlu memperhatikan dan memahami bakat yang dimilki oleh anaknya atau peserta didiknya, anatara lain dengan mendukung, ikut mengembangkan, dan tidak memaksa anak untuk memilih jurusan yang tidak sesuai dengan bakatnya.

7. Konsentrasi Belajar

Konsentrasi belajar merupakan kemampuan memusatkan perhatian pada pelajaran. Pemusatan perhatian tersebut tertuju pada isi bahan belajar maupun proses memperolehnya. Untuk memperkuat perhatian pada pelajaran, guru perlu menggunakan bermacam-macam strategi belajar-mengajar, dan memperhitungkan waktu belajar serta selingan istirahat. Dalam pengajaran klasikal, menurut Rooijakker, kekuatan perhatian selama tiga puluh menit telah menurun. Ia menyarankan agar guru memberikan istirahat selingan beberapa menit.

8. Rasa Percaya Diri

Rasa percaya diri timbul dari keinginan mewujudkan diri bertindak dan berhasil. Dari segi perkembangan, rasa percaya diri dapat timbul berkat adanya pengakuan dari lingkungan. Dalam proses belajar diketahui bahwa unjuk prestasi merupakan tahap pembuktian “perwujudan diri” yang diakui oleh guru dan teman- temannya. Semakin sering berhasil menyelesaikan tugas, maka semakin besar pula memperoleh pengakuan dari umum dan selanjutnya rasa percaya diri semakin kuat.

Hal yang sebaliknya pun dapat terjadi. Kegagalan yang berulang kali dapat menimbulkan rasa tidak percaya diri. Bila rasa tidak percaya diri sangat kuat, maka diduga siswa akan menjadi takut belajar. Rasa takut belajar tersebut terjalin secara komplementer dengan rasa takut gagal lagi. Maka, guru sebaiknya mendorong keberanian siswa secara terus-menerus, memberikan bermacam-macam penguat dan memberikan pengakuan dan kepercayaan bagi siswa.

9. Kebiasaan Belajar

Dalam kegiatan sehari-hari ditemukan adanya kebiasaan belajar yang kurang baik. Kebiasaan belajar tersebut antara lain:

  • Belajar pada akhir semester
  • Belajar tidak teratur
  • Menyia-nyiakan kesempatan belajar
  • Bersekolah hanya untuk bergengsi
  • Dating terlambat bergaya seperti pemimpin
  • Bergaya jantan seperti merokok, sok menggurui teman lain,
  • Bergaya minta “belas kasihan” tanpa belajar.

Kebiasaa-kebiasaan buruk tersebut dapat ditemukan di sekolah yang ada di kota besar, kota kecil, pedesaan dan sekolah-sekolah lain. Untuk sebagian orang, kebiasaan belajar tersebut disebabkan oleh ketidak mengertian siswa pada arti belajar bagi diri sendiri. Hal seperti ini dapat diperbaiki dengan pembinaan disiplin membelajarkan diri.

10. Cita-cita Siswa

Pada umumnya, setiap anak memiliki suatu cita-cita dalam hidup. Cita-cita itu merupakan motivasi instrinsik. Tetapi, ada kalanya “gambaran yang jelas” tentang tokoh teladan bagi siswa belum ada. Akibatnya, siswa hanya berprilaku ikut-ikutan.

Cita-cita sebagai motivasi instrinsik perlu dididikan. Penanaman memiliki cita-cita harus dimulai sejak sekolah dasar. Di sekolah menengah didikan pemilikan dan pencapaian cita–cita sudah semakin terarah. Cita-cita merupakan wujud eksplorasi dan emansipasi diri siswa. Penanaman pemilikan dan pencapaian cita-cita sudah sebaiknya berpangkal dari kemampuan berprestasi, dimulai dari hal yang sederhana ke yang semakin sulit. Dengan mengaitkan pemilikan cita-cita dengan kemampuan berprestasi, maka siswa diharapkan berani bereksplorasi sesuai dengan kemampuan dirinya sendiri.

2. Faktor Eksternal

Selain karakteristik siswa atau faktor-faktor endogen, faktor-faktor eksternal juga dapat memengaruhi proses belajar siswa.dalam hal ini, faktor-faktor eksternal yang memengaruhi balajar dapat digolongkan menjadi dua golongan, yaitu faktor lingkungan social dan faktor lingkungan nonsosial.

  • Lingkungan Sosial

Yang termasuk lingkungan sosial adalah pergaulan siswa dengan orang lain disekitarnya, sikap dan perilaku orang disekitar siswa dan sebagainya. Lingkungan sosial yang banyak mempengaruhi kegiatan belajar ialah orangtua dan keluarga siswa itu sendiri. Sifat-sifat orangtua, peraktk pengelolaan keluarga, ketegangan keluarga, semuanya dapat memberi dampak baik ataupun buruk terhadap kegitan belajar dan hasil yang dicapai oleh siswa.

  1. Lingkungan sosial sekolah

Seperti guru, administrasi, dan teman-teman sekelas dapat memengaruhi proses belajar seorang siswa. Hubungan harmonis antra ketiganya dapat menjadi motivasi bagi siswa untuk belajar lebih baikdisekolah. Perilaku yang simpatik dan dapat menjadi teladan seorang guru atau administrasi dapat menjadi pendorong bagi siswa untuk belajar.

2. Lingkungan sosial masyarakat.

Kondisi lingkungan masyarakat tempat tinggal siswa akan memengaruhi belajar siswa. Lingkungan siswa yang kumuh, banyak pengangguran dan anak terlantar juga dapat memengaruhi aktivitas belajarsiswa, paling tidak siswa kesulitan ketika memerlukan teman belajar, diskusi, atau meminjam alat-alat belajar yang kebetulan belum dimilkinya.

3. Lingkungan sosial keluarga.

Lingkungan ini sangat memengaruhi kegiatan belajar. Ketegangan keluarga, sifat-sifat orangtua, demografi keluarga (letak rumah), pengelolaan keluarga, semuannya dapat memberi dampak terhadap aktivitas belajar siswa. Hubungan anatara anggota keluarga, orangtua, anak, kakak, atau adik yang harmonis akan membantu siswa melakukan aktivitas belajar dengan baik.

  • Lingkungan non Sosial

Faktor-faktor yang termasuk lingkungan nonsosial adalah:

  1. Lingkungan alamiah

Adalah lingkungan tempat tinggal anak didik, hidup, dan berusaha didalamnya. Dalam hal ini keadaan suhu dan kelembaban udara sangat berpengaruh dalam belajar anak didik. Anak didik akan belajar lebih baik dalam keadaan udara yang segar. Dari kenyataan tersebut, orang cenderung akan lebih nyaman belajar ketika pagi hari, selain karena daya serap ketika itu tinggi. Begitu pula di lingkungan kelas. Suhu dan udara harus diperhatikan. Agar hasil belajar memuaskan. Karena belajar dalam keadaan suhu panas, tidak akan maksimal (Syaiful Bahri Djamarah, 2002: 143-144).

2. Faktor instrumental

Yaitu perangkat belajar yang dapat digolongkan dua macam. Pertama, hardware, seperti gedung sekolah, alat-alat belajar, fasilitas belajar, lapangan olah raga dan lain sebagainya. Kedua, software, seperti kurikulum sekolah, peraturan-peraturan sekolah, buku panduan, silabi dan lain sebagainya.

3. Faktor materi pelajaran (yang diajarkan ke siswa).

Faktor ini hendaknya disesuaikan dengan usia perkembangan siswa begitu juga dengan metode mengajar guru, disesuaikan dengan kondisi perkembangan siswa. Karena itu, agar guru dapat memberikan kontribusi yang postif terhadap aktivitas belajr siswa, maka guru harus menguasai materi pelajaran dan berbagai metode mengajar yang dapat diterapkan sesuai dengan konsdisi siswa

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan penjelasan diatas dapat diambil kesimpulan yaitu, belajar adalah suatu usaha atau kegiatan yang bertujuan untuk mengadakan perubahan di dalam diri seseorang, mencakup perubahan tingkah laku, sikap, kebiasaan, ilmu pengetahuan, keterampilan dan sebagainya.

Sains atau Ilmu Pengetahuan Alam adalah ilmu yang pokok bahasannya adalah alam dengan segala isinya. Hal yang dipelajari dalam sains adalah sebab-akibat, hubungan kausal dari kejadian-kejadian yang terjadi di alam. Pembelajaran sains menekankan pada pemberian pengalaman langsung. Dengan demikian, siswa perlu dibantu untuk mampu mengembangkan sejumlah pengetahuan yang menyangkut kerja ilmiah dan pemahaman konsep serta aplikasinya

Faktor- faktor yang mempengaruhi proses belajar terdiri atas faktor internal dan eksternal. Faktor internal adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam diri individu dan dapat mempengaruhi hasil belajar individu. Faktor-faktor internal ini meliputi faktor fisiologis dan faktor psikologis. Sedangkan faktor eksternal yang memengaruhi balajar dapat digolongkan menjadi dua golongan, yaitu faktor lingkungan sosial dan factor lingkungan nonsosial.

DAFTAR PUSTAKA

Djali. 2008. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Djamarah, Bahri Syaiful. 2002. Psikologi Belajar. Jakarta: CV Rineka Cipta.

Hakim, Lukmanul. 2010. Perencanaan Pembelajaran. Bandung: CV Wacana Prima.

Mardianto. 2009. Psikologi Pendidikan. Bandung: Citapustaka Media Perintis

Nashar. 2004. Peranan Motivasi dan Kemampuan Awal Dalam Kegiatan Pembelajaran. Jakarta: Delia Press.

Purwanto, Ngalim.1990. Psikologi Pendidikan. Bandung: Rosda Karya.

Slameto.2003. Belajar dan faktor- faktor yang mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.

Sukmadinato, Syaodih, Nana.2011. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Syah, Muhibbin, 2010. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Syah, Muhibbin. 2003. Psikologi Belajar. Jakarta : Raja Grafindo Persada.

Winarsih, Varia dan Tarmizi. 2010. Diktat Psikologi Belajar. Medan: USU.

Assalamu’alaikum Wr.Wb

imagesnn

Sesungguhnya ilmu itu bagaikan lautan yang sangat dalam,

sebab itu ambillah semua yang terbaik dari ilmu yang ada.

Tetap Semangat Belajar,, !!